Jemput Aku
Untuk anak-anakku
Jemput aku di gerbang kampung abadi nak,
Sambutlah bapak yang lelah ini
Berikan basah kesejukan firdaus yang telah engkau kecap
Agar luka dunia menjadi reda
Engkau lebih mengenal jalan panjang
Yang tak pernah kumengerti
Maka tunggu saja aku
Dan jika kau mampu
Berikan sedikit keberkahan untuk bekal perjalanan kami
Dia Ada Dimana
Untuk Harjanto Djee
Ketenangan diatas altar yang tinggi
Didadanya bersemayam berjuta-juta Tuhan disebut
Mata mengatup namun tajam pandangan menembus segala dimensi
Jubah merah bergelombang rambut
Memerah kujur luka menghadang Sang Sunan saat datang
Berkendara palu-palu kuasa.
Satu kiblat dua asma berbenturan empat mata
Melesatkan bidikan-bidikan siasat sungkur lakon yang lena.
Kamu ada dimana ?
Tidak dimana-mana
Aku ada dimana ?
Tidak dimana-mana
Kenapa kita disini ?
Karena anda ada disini
Hakiki ada dimana ?
Ada dalam sanubari
Kekayaan ada dimana
Ada dalam sanubari
Kebahagiaan ada dimana ?
Ada dalam sanubari
Cinta ada dimana ?
Ada dalam detak jantung yang sunyi.
Dalam remang kuncup rumahMu
Menyalalah kilat tajam hunusan pedang menembus relung-relung TuhanNya
Aroma mawar terbang membawa sejuta teka-teki siapakah ia
Tinggallah manusia yang menyelimuti diri dengan kebodohan berkata ia Tuhan.
2007
Kemerdekaan
Untuk Dwi Aryanti
Segenggam arang berada di tangan
Anak-anak yang yatim tanpa kasih sayang
Dan hidup di udara jalanan
Menggoreskan sepatah kata : Merdeka
Pada tembok gedung –gedung kota
Meski dahaga melapar perutnya
Mencekik kehidupannya
Anak-anak cuma mampu membuka telapak tangan
Berharap kasih orang-orang menghampiri
Satu silapun di Garuda tak pernah mampir di otak mereka
Sebenarnya menuntutpun harus dilakukan untuk negara pada nasipnya
Namun goresan luka di tembok masih ada : Merdeka
Arangpun memerdekakan diri mereka
Takkala ada seragam sekolah berjajar membawa bendera-bendera
Dengan segenggam arang kembali ia tuliskan : Merdeka
Nasip ditulisnya dengan huruf compang camping
Karena sekolah hanya untuk anak-anak berduit
Biarlah semua cerita tentang hutan, laut dan udara
Dan segala kekayaan tanah airnya menjadi
Sebuah legenda kemakmuran
Yang tersaji di televisi, koran, radio dan iklan di toko-toko
Kemerdekaan hanyalah arang
Untuk hiburan si yatim jalanan
Di tembok-tembok kota
Di semesta rasanya mereka belum hidup
Walau berulangkali kemerdekaan berulang tahun
2004
Doa
Aku gembira manakala kudapati diriku adalah ciptaan-Mu
Coba kalau bukan,
Gunung merapi itu sudah pasti melumatku tanpa ampun
Ya, Gofururrohim, Irhamna, Ya Arhamarrohimin
Alam-Mu lebih mengerti dari seorang ilmuwan
Perasaannya lebih tajam dari seorang penyair
Tegurannya lebih bijaksana dari seorang guru
Dan hukumannya lebih adil dari seorang hakim
Aku gembira bukan mahluk ciptaan selain-Mu
Coba jika iya,
Terjangan gelombang pasang air laut pasti tanpa ragu menyapuku
Astagfirullaha Robal baroza, Astagfirullaah minal hotoza
Sujud sembah, zikir, tahajud dan lapar puasaku adalah kekosongan,
Sesombongan dan kebohongan
Tanpa makna
Tanpa ruh
Bahkan jasad adalah kamatian sebelum Isroil menghampir.
Kini jika daun gugur dan tumbuhan yang tumbuh adalah kehendak-Mu
Berkahi aku dengan rahman dan rahim-Mu.
Desaku
Desaku ?
Kudengar ada emas dalam buminya yang tak tergali karena lebih mahal alat galinya
Daripada nilai emasnya.
Desaku ?
Setenang alam pikir burung kuntul yang seumurku baru kulihat pagi tadi
Sendirian di pematang sawah.
Desaku ?
Yang kutahu kakak-kakakku menempuh hidup dengan pergi
Tanpa sepotong bekal menuju kota harapan
Desaku,
Menyambut pagi dengan gerakan wajib pajak
Yang kian membumbung tinggi
Desaku !
Bangkitkan semangat berkarya padaku
Aku tak ingin pergi dari sini.
Desaku !
Dapatkah khusnuzonku padamu membelah bumi yang
Menyimpan emas itu ?
Desaku,
Yang kutahu buminya tak retak
Oleh guncangan gempa siang itu.2005
Malam
I
Runtuh kalbu dalam kelam
Karang mendekam diam
Angin tak bergeming
Langit hanya berani mengintip
Keriuhan bersembunyi
Gejolak hanya terasa
Kesempurnaan seperti tulisan
Sampai warna jingga
Jadi keperakan
Kau tetap disana
Tak terlukiskan
II
Sautan lolong bertarung
Padang inderawi buta
Lautan kepala mencari makna
Raga kaku terkurung
Ada yang tidak lelap
Tak pernah berkedip
Tanpa batas rentangan
Namun diam dilakukan
Karena kebodohan terus bertarung2003
Badai
Badai adalah gelombang besar yang menerjang segala keutuhan
Badai menceraikan suami dari istrinya
Kekasih dari pasangannya
Pejantan dari petelurnya
Anak dari induknya
Manusia dari habitatnya
Umat dari keyakinannya.
Badai hari ini bukan hanya penjajahan atas nama kekuasaan dan kekayaan
Badai hari ini adalah sapuan sejarah paling hakiki pada diri kita
Hingga anak-anak negeri tak mampu lagi mengenal
Sejarah budayanya
Sejarah pahlawannya
Sejarah negaranya
Sejarah nenek moyangnya
Bahkan menanyakan tentang arti sejarahpun anak-anak tak tahu
Ya Tuhan, hanya Engkau yang maha waspada pada keutuhan sejarahmu
Engkau pandai berkelit dari tangan-tangan manusia yang ingin menghapus kebenaranMu.
Wahai dunia,
Badai akan berlalu jika matahari sudah kembali menerangi bumi
Jika ibu sudah sudi lagi menyusui
Jika guru mampu mendidik dengan nurani
Jika pemimpin pandai beramal dan rendah hati
Jika rakyat menjauhi mimpi-mimpi.2005
Bangsaku
Bangsaku mengapa,
Menjadi matahari yang mengeringi danau kesuburan yang menguruskanku
Bukan matahari yang bervitamin D yang menyehatkanku
Menjadi bulan sebagai pelengkap vampir bagi keseramannya yang menakutkanku
Bukan bulan lambang cinta dewa dewi yang mengasihiku
Lelahkah engkau bagai pelarian perempuan
Dan tak mampu seperkasa lelaki ksatria ?
Kini tanahmu semakin tanpa air
Tumbang segala pohon hijau
Dan sesal menjadi tak berarti karena hanya menambah dosa
Karena memaki bunda yang melahirkan
Peristiwa Gajah Mada adalah sampah yang terkubur dalam amarah-amarah
Kokoh hutan tempat berlindung air-air
Laut yang dalam tempat menyelam ikan-ikan
Menjadi cerita tentang jaman yang usai
Dan yang ada hanya lamunanmu menjadi Superman
Bangsaku mengapa ……
Tak juga engkau lelah dengan semua itu
Bangsaku
Jadilah awan yang teduh
Jika tak mampu menjadi matahari yang terang.2006
Aku Bertanya
Apa hukumnya bila peraih nama kaum relijius bertasbih atas nama harta
Membanggakan Tuhan untuk keselamatan jabatan dan kedudukan
Apa kreteria untuk menjadi pahlawan agama yang bertugas menyelamatkan muka nabi
Atas nama nabi-nabi model kini
Aku bertanya apabila kalian masih bersembunyi dibalik jubah panjang putihmu
Yang menutupi noda hitam di jasadmu
Mengapa nabi-nabi itu dapat memenjarakan kesalehan
Mengapa kau dustai janji atas takdir nama yang melekat menjadi simbol kaummu
Kemana mereka akan kau biarkan berjalan
Ke lorong kebengisan nerakakah
Mereka adalah pengikut yang hanya paham bahwa dunia selama musim kawin kucing
Dan bahagia hakikilah yang menjadi dambaannya
Kenapa kini engkau yang ragu dengan kepastian tentang yang kau ajarkan
Apakah kau berubah mempercayai kedahsatan teknologi besi
Dan silau dengan gemilang mobil mewah
Aku bertanya pada kelenaanmu menyusuri lautan sorga fatamorgana
Yang meretakkan dinding kehalusan hati
Hingga menutup mata dan telinga
Sampai lonceng berdentang sebagai isarat kematian
Bangunlah dari peraduan mimpi
Jalani ritual malam yang lama kau tinggalkan dan sujudlah
Ada tugas yang lebih berarti dari sekedar yang selama ini kau kejar.
2005
Biografi Singkat
Makhasin, Lahir di Purworejo 12 Mei 1976, tamat Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo Tahun 2003. Kini tinggal bersama keluarga di Desa Cangkrep Kidul Purworejo Jawa Tengah. Lebih banyak berkecimpung di dunia Teater, Mengajar Mapel Bahasa Indonesia dan Seni Budaya serta Pembina Teater Huruf di MTsN 2 Purworejo.